Ham asyasa gasyila
Zad mang kalamuk wusa syakh hesehaz Amata-sa, hujaza syiza asya
Ham asyasa nyasila jasya nadha zad hemiza syakh akhasang
Sebuah ayat yang saya sadur dari kitab khawagaka yang bermakna, “adalah waktu yang menandai peristiwa, yang tak diatur awal dan akhir, bertanyalah, maka ia ada, waktu adalah jawaban untuk kaum yang sabar dan berakal”. Ada sebab mengapa saya menyadur ayat ini, karena menurut saya tanggal 22 September 2023 kemarin mungkin adalah salah satu momen dari sebuah peristiwa penting dimana saya menyaksikan bagaimana ajaran Khawaghaka disebarluaskan.
“Peradaban itu nyata, Pertanda itu ada, Ketidaktahuan kita nyata,” ujar bio yang tertulis di laman Instagram dari perwakilan Dewan Rijmana Khawagaka yang digawangi oleh Rully Shabara, Bhakti Prasetyo, Ramberto Agozalie yang sekarang ditambah oleh Tesla Manaf sebagai anggota dewan baru mereka. Bertempat di sebuah basement salah satu hotel di tengah kota Bandung yang dekat dengan museum yang penuh dengan sejarah menjadi titik kumpul para orang-orang yang siap untuk menerima ajaran Khawagaka disebarkan, setelah sebelumnya mereka menyebarluaskan ajaran ini di Ibukota dengan lebih banyak umat yang hadir. Zoo sendiri terakhir mampir ke Bandung sekitar tahun 2014 bersama dengan Frau dalam acara Indonesia NetAudio Festival #2 dan baru kembali ke bandung sekitar 9 tahun kemudian. Khawagaka sendiri adalah kumpulan ajaran dan gagasan filosofis kuno yang muncul setelah jatuhnya peradaban Samasthamarta yang terdiri dari 6 bab utama yang didalamnya menggali berbagai kehidupan, spiritualitas dan nilai-nilai sosial.
Zoo adalah sebuah band atau bisa dibilang kelompok musik yang unik, namun menurut saya pribadi segala hal yang diinisiasi oleh mas Rully Shabara adalah sesuatu yang kadang bagi saya sendiri hanya bisa menggeleng takjub atas segala pemikirannya yang melintas batas. Beberapa proyek seninya yang lain seperti Senyawa, Zoo dan yang terbaru yakni Xhabarabot yaitu senuah program AI yang mengeksplorasi berbagai macam suara manusia. Zoo sendiri baru mencuri perhatian saya sekitar tahun 2012 saat mereka merilis album “Prasasti” dan memperkenalkan gagasan akan tema besar peradaban baru yang dimulai dari huruf Zugrafi.
Saya datang ditengah-tengah set Christabel Annora, pianis dari Malang yang sempat saya ikuti karya awalnya sekitar tahun 2016 lewat lagu Rindu Itu Keras Kepala dimana ia berkolaborasi dengan mas Iksan Skuter. Lama tidak mengikuti beritanya, saya terkejut saat mba Abel berkolaborasi dengan band shoegaze asal Blora, Sunlotus pada album EP mereka yang bertajuk Fever. Jujur ini kali pertama saya menginjakkan kaki di venue pada Limunas kali ini. Agak kikuk dan deg-degan, namun excited pada saat yang bersamaan. Setelah menaruh kendaraan, akhirnya saya masuk dan turun ke tempat acara berlangsung. Rasanya seperti masuk ke sebuah tempat peribadatan sekte tertentu yang berisi dengan beberapa orang yang familiar. Mba Abel memainkan set yang minimalis namun hangat, tapi sayang penonton sedikit malu-malu untuk berada di depan panggung dan memilih untuk menyebar di sisi kiri dan kanan saja. Mba Abel menutup setnya dengan menyanyikan lagu Desember milik Efek Rumah Kaca yang rasanya lebih mellow dan lebih sedih.
Karena udara yang cukup panas, akhirnya saya melipir dulu keluar venue untuk mencari sebotol air dingin dan mengamankan poster khusus Limunas yang dibuat oleh Anindito AR dan hanya dibuat 50 pcs saja sambil melirik kaos Zoo bergambar artwork album Khawagaka yang hanya saya bisa lihat saja sambil meringis mengingat sisa uang di tabungan.
Penampil kedua malam itu adalah Asylum Uniform, trio elektronik yang bernuansa EBM/Industrial yang rencananya akan merilis full album dalam waktu dekat. Membawakan kurang lebih 12 lagu dalam set yang dimainkan tanpa jeda, Barata Danu, Gebeg, dan Aditya Saputro membuat saya merasakan bagaimana atmosfer bar underground di Eropa karena dominasi warna merah dari lampu panggung, juga dari musik yang mereka bawakan, serta aksi panggung Danu yang malam itu sangat ekspresif dan membuat penonton berdiri khusyuk, meski ada juga yang sedikit bergoyang kecil saat menikmati penampilan mereka hingga tidak terasa hampir satu jam selesai.
Penampil terakhir dan yang ditunggu-tunggu pada malam itu adalah siraman rohani dari Dewan Rijmana Zoo. Langsung menggeber suasana dari lagu pertama, penampilan Rully Shabara, Obed, Bhakti dan Tesla rasanya membuat suasana menjadi campur aduk. Rapalan lirik yang mungkin hampir tidak dipahami kami semua yang menonton tidak menyurutkan rasa kagum dari penampilan Zoo malam itu. Tetabuhan drum, dan bagaimana mas Rully menyiangi bunyi yang keluar dari mulutnya, permainan gitar + juga terompet dari Tesla, serta bass dan juga efek suara yang kadang bermain saling bertabrakan, chaos lalu senyap dan kembali saling berselaras satu sama lain membuat kami merasakan berbagai macam perasaan dalam diri kami masing-masing. Dari contekan setlist malam itu, hampir semuanya adalah materi baru dari album baru yang mungkin akan dirilis dalam waktu dekat. Dari beberapa wawancara yang saya himpun, album ini akan banyak bercerita soal teknologi, yang meskipun katanya sudah beberapa kali dibawakan secara langsung namun materinya masih akan dapat diubah. Total hampir 10 lagu dibawakan malam itu. Jujur saja, malam itu rasanya singkat dan saya hanya bisa terdiam dan bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi di panggung.
Limunas seperti biasa selalu membuat saya takjub. Selain dari kurasi penampil yang selama ini selalu bagus, Limunas juga mampu membuat kolaborasi lintas genre dalam satu acara menjadi satu kesatuan yang menyenangkan. Ya, bisa dilihat dari pengisi acara malam itu yang multi genre namun tidak membuat kami yang menonton menjadi kikuk dalam menikmati acaranya. Limunas akan selalu menjadi daftar acara yang akan selalu taruh dalam list dan saya kejar tiketnya tanpa harus melihat terlebih dahulu siapa yang akan tampil di sana. Karena sama seperti Zoo atau mas Rully, Limunas juga dapat melintas segala batasan dan bisa memanggil banyak sekali band-band “Mitos” untuk datang – hadir dan tampil dengan kualitas acara yang sampai hari ini masih terbaik dari segi apapun demi satu kata yakni “Bersenang-Senang”. terimakasih Limunas, akulah pendukungmu.
Ditulis oleh Made Yana, kontributor foto dan tulisan Heartcorner cabang Bandung.