Di tengah aktifitas yang sangat padat di bulan Juni, seorang pemuda kabupaten berhasil meyakinkan saya untuk kembali menginjakkan kaki di (bekas) ibukota negara, yakni Jakarta yang konon sudah dicabut statusnya tersebut.
Ya, pemuda itu bernama Haidar Ali, atau banyak dikenal oleh pemuda-pemudi Purwokerto dengan nama Dracul. Pada kesempatan kali ini, saya mencoba untuk mendampingi Dracul melakukan perjalanan lanjutan tur dalam rangka promosi album perdananya yang berjudul “VLAD: Vampiric Legion Abysmal Doppelganger” yang dirilis oleh Ordo Nocturno dengan format showcase alias konser spesial dengan konsep panggung dan set list yang sangat proper.
Konser untuk album perdana Dracul digelar di sebuah arena pertunjukan yang berada di lantai 5 bangunan dengan gaya industrial yang bernama Krapela. Sebagai area pertunjukan yang masih sangat fresh di telinga penikmat musik Indonesia, Krapela senantiasa mengakomodir berbagai bentuk pertunjukan. Berada di bilangan Bulungan, Jakarta Selatan, Krapela tentu familiar dan mudah dicapai aksesnya, meski berbanding lurus dengan tantangannya yang sudah pasti adalah kepadatan lalu lintas yang sangat sulit untuk ditoleransi oleh masyarakat kabupaten macam kami.
Saya tiba di lokasi sekitar pukul 16:00 bersama DJ cilik, Kiki Maboroshi yang bersama-sama melakukan perjalanan darat menggunakan kereta pada hari pelaksanaan, dan langsung set alat dan cek line. Sedangkan Dracul dan Wildan Kalasvvara sudah terlebih dulu melakukan soundcheck pada pukul 13:30 karena secara teknis, kami melakukan perjalanan secara terpisah.
Menginjak pukul 19:00, kami menuju ke Krapela dengan berjalan kaki karena lokasi penginapan yang disediakan oleh Anida selaku pendiri label Ordo Nocturno berada di sekiataran venue yang hanya berjarak selisih dua bangunan saja.
Kami masuk ke area Krapela dengan penjagaan yang cukup ketat, namun tetap bersahabat. Mempersiapkan set list dan beberapa kebutuhan panggung adalah hal yang saya lakukan, sembari kemudian mendokumentasikan persiapan-persiapan kecil dari Dracul dan kawan-kawan.
Acara dibuka oleh penampilan Gowa pada sekitar pukul 20:15, sedikit terlambat dari waktu yang ditentukan, tapi saya rasa ini masih sangat masuk akal dan bisa ditoleransi. Gowa adalah sebuah proyek solo dari Lody Andrian yang memainkan musik elektronik/ambient/eksperimental. Saya belum sempat meriset banyak saat menyaksikan penampilan Gowa malam itu, namun dari komposisi yang saya saksikan dan rasakan, Gowa menyajikan unsur-unsur tribal yang ternyata dalam album “Sindikat Egrek Merah” tahun 2022 yang dirilis oleh Orange Cliff Records, pesan-pesan yang disampaikan salah satunya adalah terkait konflik agraria lahan sawit, yang sangat berasa dinamika lagunya dari awal hingga akhir penampilan.
Dan yang dinantikan saatnya pun tiba. Dracul naik panggung. Dengan setelan kostum layaknya petugas vallet, dilengkapi dengan kutek hitam, skull ring, pendant kepala kambing yang patah, dan vest hitam. Penampilan prima kali ini masih didampingi oleh Project Mayhem, kolaborasi dengan DJ Maboroshi, dengungan kebisingan dari Kalasvvara, yang sayangnya tidak ditemani oleh rapalan mantra dukun elektronik Asta Kiri yang absen karena harus mempertemukan dua keluarga. Malam itu Dracul ditemani oleh Iqbal, rekan kerja Dracul yang asal-usulnya masih belum diketahui entah rapper atau bukan, tapi bisa mengisi part Asta Kiri dengan cukup baik.
Dracul membuka penampilan dengan lagu ‘O.G (Orchestral Guillotine)’ dengan cukup menohok, tentu karena didukung kapasitas sound system dan faktor bangunan venue yang sangat oke! Dilanjut dengan ‘Death Threat’, ‘Molases’, dan ‘Medieval (Mad Evil) Boombap’ yang sudah jelas statement Dracul melalui judul lagunya perihal gaya yang dibawa. Empat lagu sebelum break ini, oleh Dracul dimasukkan ke dalam kategori tema Vampiric Legion Abysmal Doppelganger.
Sembari beristirahat, saya sempatkan melempar potongan video penampilan Dracul malam itu ke story instagram. Beberapa teman di Jakarta yang menyimak, sempat ‘tertipu’ dengan brand image yang dibangun oleh Dracul. Mindset yang hadir adalah, penampilan visual Dracul diduga menyajikan musik ala blackmetal. Namun dugaaan-dugaan itu luntur setelah menyimak story instagram yang saya unggah.
Lanjut masuk ke tema kedua setelah break, Pre-Apocalypse VLAD II, Dracul membuka sesi kedua dengan ‘Straight Outta Transylvania’, disambung dengan lagu ‘Bloodbath’ yang didukung dengan tata cahaya lampu yang merah menyala, membuat penonton yang hadir serasa mandi darah. Bengis!
Pada saat break kedua, saya secara seksama melihat sosok Sal Priadi yang aktif merekam aksi panggung Dracul. Usut punya usut, beliau sempat meninggalkan komentar di unggahan rundown showcase di instagram beberapa hari sebelumnya, dan menepati janjinya untuk hadir. Kenapa Sal bersedia menyempatkan hadir pada penampilan artis hiphop tidak terkenal? Kilas balik pada bulan Mei 2024, Sal Priadi sempat manggung di Purwokerto, tepatnya Baturraden untuk gelaran Jazz Gunung Slamet 2024, dan Heartcorner menjadi kolaborator untuk menangani produksi pelaksanaan acara tersebut. Roby, drummer Eternal Desolator yang juga kontributor untuk tulisan di kanal Heartcorner.net didapuk menjadi Liaison Officer (LO) untuk Sal Priadi. Ketika Sal meminta rekomendasi artis hiphop lokal Purwokerto yang patut untuk didengarkan, Roby menyebut dua nama, yakni Dracul dan Asta Kiri. Jadilah peristiwa malam itu Sal menyambangi Dracul Showcase menjadi nyata.

Tidak berlama-lama memanjakan diri saat Kalasvvara menyajikan komposisi noise-nya, Dracul menutup konser pentingnya malam itu dengan sesi Enthralling Whispers of Blood Moon Emperor yang menyuguhkan ‘Lovecraftian Dracula’ dan ‘Voivode’. Meski pengunjung malam itu tidak penuh sesak, banyak yang melempar tepuk tangan dan teriak. Tanpa grogi dan minim kesalahan, Dracul dan kawan-kawan menyajikan penampilan yang prima dan bertenaga. Permainan komposisi Dracul dan Project Mayhem sungguh di luar ekspektasi. Pas, tidak kurang dan lebih.
Selepas Dracul turun panggung, acara malam itu ditutup dengan penampilan penuh atraksi dari F00RY. Bermain di ranah elektronik yang penuh eksperimen, drummer yang skillful, serta kolaborasi dengan Xandega yang unik dan menyenangkan. Benar-benar mampu menutup malam dengan sangat berbahagia.
Acara malam itu ditutup sekitar pukul 23:00. Saya sempat berbincang singkat dengan Sal Priadi tentang skena Purwokerto dan Malang. Oleh Sal, kemudian saya diperkenalkan dengan Teguh Wicaksono yang juga co-founder dan direktur program di Krapela. Juga sapaan hangat dari Januar Kristanto (Jan), vokalis ZIP yang juga turut mengelola Krapela. Sungguh pribadi yang sangat ramah. Kepada mereka, saya merekomendasikan beberapa nama-nama pelaku musik di Purwokerto yang patut untuk diantisipasi lebih lanjut. Dari mereka juga saya banyak belajar untuk tetap memperhatikan potensi-potensi daerah yang patut untuk diangkat meski berada dalam lingkungan pekerjaan yang menekan. Meski kami tidak mencari penghidupan dari kegiatan kesenian yang kami yakini, tetap saja aksi panggung dan segala persiapannya harus dilakukan dengan seksama. Bagaimanapun juga, baik langsung maupun tidak, pelaku seni dan budaya akan dianggap sebagai representasi daerah asal. Baik karya maupun budaya dan kebiasaannya.

Pada akhirnya, Dracul mendobrak pintu Krapela bukanlah sebuah tujuan. Melainkan sebagai penanda awal bahwa musik yang kita yakini, mampu mengantarkan pada peluang-peluang baru yang bisa diantisipasi lebih jauh lagi. Sejauh mana musik akan membawamu? Mainkan saja apa yang kamu bawakan, dan buatlah ekosistem pendukung yang sehat untuk menyebarkannya.