Irfan Gama Setiawan atau Acong telah pergi pada 23 Juli 2016 kemarin. Ia tidak akan kembali secara fisik. Meskipun banyak keyakinan yang bersliweran di dunia maya yang menganggap ia akan tetap ada, tapi kita harus menerima bahwa secara fisik ia telah tiada.
Keberadaan selalu berkaitan dengan eksistensi fisik. Maka, saat Acong pergi, baik sepertinya untuk merawat ingatan kita mengenai apa saja tentangnya. Namun ini bukan sesuatu yang mudah mengingat kehilangan Acong bukan kehilangan yang bersifat personal melainkan bersifat kolektif. Ia tidak hanya dimiliki oleh satu-dua kolektif atau komunitas yang hidup di Purwokerto. Banyak kolektif yang merasa memilikinya karena hasil karyanya sering digunakan di sana-sini.
Kami sebagai salah satu kolektif yang entah berapa kali merasa terbantu dengan hasil karya dan kerap nongkrong bareng di awal kemunculan Acong dengan ini bertujuan mengundang teman-teman semua yang merasa memiliki pengalaman baik dengannya untuk menuliskannya. Tujuan submisi ini adalah untuk memelihara ingatan dan untuk membuktikan bahwa memori-memori personal yang ada dalam kepala kita dapat menyusun memori kolektif mengenai betapa kehilangannya kita atas kepergian Acong.
Sebagai stimulan, kami di kolektif ini akan menceritakan sebuah pengalaman dengan Acong. Syahdan, kolektif yang terkenal hobi menghamburkan waktu ini membuat janjian. Hal itu terjadi ketika kami masih memiliki tempat nongkrong di Flea dan gemar menghabiskan waktu sambil berjudi dalam permainan 7Skop. Descond si pemicu ide tiba-tiba mengatakan bahwa ia ingin bangun pagi dan menikmati bubur ayam “Muna” bersama cah-cah di situ. Acong yang kebetulan juga tengah berada di situ untuk berjudi langsung mengiyakan. Entah mengapa ia terlihat sangat antusias, padahal entah sudah berapa kali kami njeblug saat janjian. Perjanjian ditetapkan dan kami sepakat untuk berkumpul di Flea pukul setengah 7 pagi.
Di luar dugaan Acong datang tepat waktu. Setengah tujuh tet! Menurut pengakuannya, sejam pertama ia masih klalar-kleler sampai akhirnya Popon, si juru kunci Flea, menampakan diri. Jelang dua jam ia mulai resah dan mulai kalap membombardir grup Line kami dengan pesannya yang menanyakan “apakah kita jadi pergi ke bubur ayam?”. Sekitar pukul setengah 10 Descond akhirnya bangun dari tidurnya dan menjawab bahwa ia baru bangun tidur. Acong sudah kadung mutung dan pulang.
Setelah kejadian itu, kami kerap membercandai Acong dengan ajakan “Bubur ayam “Muna” yuh, cong” dan secepat kilat ia akan membalas “Munafik lo pada”. Begitu, terus menerus, diulang-ulang berapa kali kami masih tertawa dengan kadar yang sama seperti saat kejadian itu pertama kali terjadi.
Pasti tidak hanya kami saja yang memiliki kisah demikian, teman-teman pasti memilikinya. Maka, untuk menjaga memori dan untuk menyusun memori kolektif atas kehilangan Acong, kami berharap teman-teman berpartisipasi menceritakan kenangan tentang Acong ke submission@heartcorner.net. Kami akan mengunggah setiap cerita yang teman-teman kirimkan di portal ini. Dan jangan lupa, kami tengah berencana membuatkan tribute buat Acong September besok.
Kenang-kenanglah yang baik. Mari bersama membangun memori kolektif tentang Acong.