Pertengahan oktober kemarin, saya menjadi saksi sebuah kebangkitan kembali Kebon Kopi yang akhirnya kembali menjadi tempat diselenggarakannya gig skala kecil namun panas dan intim. Setelah berpindah dua kali, akhirnya tempat terakhir di jalan Hr. Boenyamin ini cukup memberikan gambaran bagaimana Kebon Kopi dahulu sekitar tahun 2007-2010 menjadi sarana gig music, pameran, serta workshop lintas komunitas saat masih di Jatiwinangun.
Rangkaian tour Not Sad, Not Fulfilled dari Grrrl Gang adalah yang pertama dari sekian banyak agenda panggung di era kebangkitan Kebon Kopi. Jika sekiranya anda hadir dalam gig tersebut, niscaya itulah gambaran dari bagaimana serunya gig kecil lintas genre music di Kebon Kopi dahulu.
Saya sendiri terlalu asyik dan terhanyut dalam suasana yang ada serta akibat beberapa tenggak stimulan otak hasil sponsor dari seorang anggota paramiliter dan basisst band pop-punk Yogyakarta sehingga tahu-tahu di tanggal yang lumayan kritis tersebut, entah kenapa saat tersadar saya sudah memegang Not Sad, Not Fulfilled EP milik Grrrl Gang.
*
Pada awalnya saya sudah pesimis duluan dengan Grrrl Gang, apakah mereka juga korban dari tren lo-fi yang sedang menjamur di berbagai belahan dunia? Karena tren tersebut sudah cukup menganggu saya karena banyak band justru menjadi band shoegaze nanggung juga dengan pendengar karbitannya yang semakin ngga jelas dengan semisal meninggalkan komentar di kanal video raisaxdiphabarus dengan “…lagu pertama Raisa yg bikin aku jatuh cinta banget!!! Lo-Fi cuuyy <3<3.” Atau malah menggurui Best Coast dengan komentar “…this song would have been better if it was produced with the lo-fi sound of 2009-2010. I miss those days.”. Gile lu, ndro!
Namun, kesalahan terbesar saya dengan tidak terlalu mengikuti arus local dan penilaian sama rata atas tren yang ada berhasil mereka tampar dengan live yang energik, panas, namun juga manis. Sungguh saya tak mengira bahwa apa yang Angeeta Sentana, Edo Alventa dan Akbar Rumandung ini berbanding lurus dengan nostalgia atas kebon kopi dahulu.
Ternyata, Not Sad, Not Fulfilled adalah album mini yang menggaungkan repetoar Indiepop manis dengan balutan distorsi vintage dan ketukan drum penuh semangat. Paduan tersebut menjurus pada turunan indiepop seperti Best Coast, Tennis, Wavves dll atau lazim disebut surfpop. Lagi-lagi, bebunyian tersebut dulu wira-wiri di kebon kopi. Itulah mengapa saya sebut rilisan Kolibri Rekords ini berbanding lurus dengan nostalgia yang saya alami saat itu.
Album mini ini terasa sangat jujur dengan arasemen lagu yang sederhana namun tepat sehingga terdengar sangat catchy. Mendengarkan Lima lagu pendek saya Langsung terbayang film remaja amerika yang sedang summer vacation bersama teman serta bermain selancar di Malibu lalu kemudian jatuh cinta dengan penduduk local. Coba dengarkan highlight album ini di lagu “pop princess” pada detik 0:47 betapa “surf”nya band ini.
Arasemen sederhana dengan tempo yang up-beat ini memberikan aura positif dan semangat ini didukung oleh liriknya. Pada awalnya saya cukup ragu-ragu karena nama band ini sedikit bersinggungan dengan suatu pergerakan tetapi ternyata, apa yang disampaikan tidak jauh-jauh dari problematika remaja. Ada persahabatan, stimulan otak, dan tentu saja hal paling dasar namun paling kompleks yang disebut dengan cinta.
Liriknya keseluruhan berbahasa inggris sederhana dan lugas, dengan perspektif yang menarik, apakah perbincangan antar teman? Wanita kepada lelakinya? Atau wanita kepada wanita yang disukainya? Contohnya Angee yang berujar “…and honestly, she’s my dream girl too” di lagu “dream grrrl”. Hal tersebut jauh lebih menarik ketimbang band dengan lirik bahasa Indonesia dengan pilihan diksi semenarik mungkin namun sebenarnya tak berarti apapun seperti kebanyakan band cutting edge yang baru muncul dua tahun belakangan.
Mungkin tidak ada yang bisa disampaikan lebih jauh lagi dari album mini berdurasi total 13 menit ini. Akan tetapi, kepolosan dan kesederhanaan yang disampaikan Grrrl Gang memberikan nilai tersendiri dan menjadi pembeda dengan tren yang sedang atau telah berlangsung. Dan, tentu saja, repetoar yang mereka bawakan melengkapi nostalgia saya kepada masa-masa terbaik saat awal saya berpijak di “dunia” ini yang dimulai dari Kebon Kopi.