Atlesta – Sincerely Forever

Share

Artis: Atlesta| Album: Sincerely Forever | Label: POPSYOUGOOD | Tahun: 2023 | Genre: Pop

Sudah 1 dekade lebih sejak orang mulai “mewajarkan” hadirnya solois pria di jalur independent. Saat itu Tulus muncul dengan Self-titled albumnya. Paling tidak begitulah menurut sudut pandang saya saat pertama kali mendengar namanya saat Joe (Terapi Urine) berkata “…bentar ya, baru kelar latihan sama Tulus” sewaktu saya mengajaknya bertemu kala sedang mengunjungi orang tua di Bandung. Di situlah saya yang sudah jelas seorang poser dibukakan matanya bahwa jalur independent bisa sefleksibel itu entah mau band, duo atau solo, pria maupun wanita apapun formatnya.

Pada kisaran 2017-2019 gelombang solois pria sedang menjamur. Setidaknya begitulah penuturan Dewan Pembina Komunitas Yth. Rahadian Descond dari pengalamannya menjadi mitra driver online dimana beliau sepanjang berkendara ditemani radio yang memutarkan lagu-lagu solois pria yang tidak berasal dari kancah mainstream. Adapaun karakter gelombang ini adalah solois pria namun terasa ramai seperti mendengarkan sebuah full band, masih menurut penuturan Dewa Pembina. Beberapa nama sekarang sudah seterkenal Tulus. Meskipun banyak pula yang masih berada pada kancah independen tetapi sesekali lagunya viral di media sosial. Tentunya, tanpa  menyebut nama, pembaca paling tidak bisa menyebutkan paling tidak dua solois pria pada jalur independen tersebut.

Dari gelombang tersebut, adalah editor tercinta bapak Wiman Rizkidarajat yang kala itu sebenarnya sedang giat-giatnya mendalami ranah pop internasional justru memperkenalkan harta karun musik lokal sebuah album bertajuk “Sensations” dan “Gestures” dari Atlesta, yang memiliki  perbedaan signifikan dari gelombang tersebut.

Atlesta adalah nama panggung dari Fifan Christa, solois asal Malang yang cukup underrated dan bagi saya tidak cukup terdengar luas meskipun sudah menghasilkan tiga buah album. Padahal bagi saya, sejak “Secret Talking” hingga dua rilisan terakhir yang disebutkan pada paragraf di atas, ia menunjukkan konsistensi dan kelihaian dalam mengolah bebunyian Synth dan gitar menjadi  sebuah struktur lagu yang catchy, cepat nyantol di telinga namun dengan pemilihan hook yang cerdas. Sehingga lagu-lagu ciptaannya tidak terdengar “murah” di tengah gempuran lagu yang “synth-based” tapi terlalu generik dan tidak elok bahkan terkadang cenderung ke-JOJI-JOJI-an.

Atlesta berhasil memikat saya dengan ramuan Pop-RnB-Funk dan Disco yang elegan bertempo medium hingga upbeat pada 3 albumnya dengan “Gestures”(2017)  menurut saya adalah puncak pencapaiannya. Pertanyaannya apa yang akan ditawarkan Fifan pada album selanjutnya? Hal tersebut mulai digembar-gemborkan dengan antusiasmenya di sosial media mulai dari proses remastering ulang single “Blue” yang sudah dirilis, recovery hardisk berisi master album, perilisan 3 single berikutnya yang masih tak tertebak arah dari album barunya, hingga ketakutannya sendiri. Sampai akhirnya semalam, 17 Februari 2023 pukul 00.00 -sebelum tulisan ini dibuat- “Sincerely Forever” album penuh keempat Atlesa dirilis.

*

Ada sebuah poin yang dapat saya tarik saat single “Blue”, “Icarus (See You Well)”, “Feel This Love” dan “Hell Hell Hell” dirilis. Masing-masing lagu terdengar belang seperti entah kemana. Mulai dari “Blue” yang gospel, “Icarus” yang terdengar seperti sebuah band rock dengan penyanyi Fifan. Hingga “Feel This Love” dan “Hell Hell Hell” yang keduanya memiliki nuansa berbeda. Kenyataan demikian sempat memberikan keraguan apakah albumnya berbanding lurus dengan antusiasme yang  diumbar di media sosialnya selama kurang lebih enam bulan.

Jawaban atas pertanyaan tersebut pun akhirnya terjawab sejak “Sincerely Forever” dirilis kurang dari 24 jam yang lalu sejak tulisan ini dibuat. Dan tak kurang dari 24 jam selanjutnya  saya jatuh cinta dengan album yang ternyata memang sangat menarik jika didengarkan secara utuh. Bagi saya sensasi mendengarkan album tersebut seperti saat mendengarkan kaset pita bertahun-tahun silam. Lagu-lagu yang ditawarkan baik dari “Side A” maupun “Side B” memberikan sensasi rollercoaster karena keterkaitan antar lagu yang baik sehingga single-single yang sudah dirilis sebelumnya tidak terasa belang karena permainan mood yang baik pada penataan tracklist.

Sudah rahasia umum saat sebuah album tidak ditata dengan baik, maka akan terjadi kebosanan yang berujung pada tidak didengarkannya album secara penuh. Tetapi Atlesta selalu memperhitungkan hal tersebut dalam “Sincerely Forever” dan untuk kali ini intro dan interludenya disebut Side A dan B.

Side A diikuti oleh 5 lagu yang menceritakan gagasan-gagasan akan keresahan dan kerapuhan seseorang yang nantinya direspon oleh Side B yang juga berisi 5 lagu lebih kepada berbagai macam respon atas gagasan gagasan tersebut. Jika pembaca adalah pendengar Atlesta, tentu akan menyadari pilihan diksi cantik Fifan adalah salah satu kekuatan bermusiknya. “Like.. Who’s gonna Find a Joy on Their Broken Heart?” adalah contoh rangkaian diksi yang saya maksud.

Dari segi aransemen, Apa yang ditawarkan dari “Sincerely Forever” ternyata jauh lebih riuh dari “Gestures” secara harafiah. Tidak ada dominasi bebunyian synthetizer, semua instrumen sejajar, dengan sound yang organic. Bayangkan saat kita masih menyanyangi “Discovery”nya Daft Punk, dan mereka hadir dengan “Random Access Memories” yang fenomenal itu. Kurang lebih begitulah sensasi yang saya dapatkan ketika bergeser dari kejatuhcintaan saya terhadap “Gestures” ke “Sincerely Forever”.

“Sincerely Forever” bukanlah album yang terlalu synth-driven. Bebunyian ajaib tuts-tuts tersebut tidaklah mendominasi dan cenderung lebih simpel, seperti memberi kesempatan instrumen lain unjuk gigi terutama Saxophone yang memberikan pengalaman baru mendengarkan Atlesta dan menjadikan tiap rangkaian nadanya semakin seksi.

Hal-hal baik di atas bukan berarti “Sincerely Forever” adalah sebuah album yang sempura. Tentu saja ada kekurangan dimana pada beberapa lagu berasa bagiannya terlalu sepi pada aransemennya terutama lagu yang mengedepankan drum machine. Padahal pada album sebelumnya dengan durasi yang lebih lama (Sincerely Forever yang berdurasi 37 menit merupakan album durasi terpendeknya) Atlesta berhasil membuat lagu-lagu yang packed & punch. Akan tetapi hal ini mungkin terjadi karena bisa dibilang pada album ini Atlesta memutuskan untuk memangkas keriuhan synthetizer yang menjadi poin utama pada album-album sebelumnya. Ia memutuskan untuk menggantinya dengan keriuhan bebunyian yang lain seperti gitar, choir atau instrument lainnya.

Keresahan yang dirasakan seorang Fifan Christa pada pengerjaan album ini menurut saya terletak pada perasaan keragu-raguannya untuk mencoba hal baru. Hal tersebut pasti akan menimbulkan respon baru pula bagi pendengarnya, paling tidak saya. Namun, bagi saya “Sincerely Forever” adalah suatu bentuk keberhasilan Atlesta sebagai seorang solois pria jalur independent yang memiliki gaya bernyanyi, karakter musik, serta berhasil membuat sebuah benang merah tegas saat berekspansi ke hal baru. Satu keyakinan saya, karena terus menunjukkan benang merahnya, orang-orang akan selalu tahu bahwa lagu-lagu ini diciptakan Atlesta, tanpa perlu menilik layar gawai atau cover albumnya. Karena itulah pula, saya yakin Atlesta akan Sincerely Forever!!! (RW)